Menampung bahan baku dari hutan alam, APP terus langgar komitmen keberlanjutannya

EoF News / 01 March 2024
Vegetasi alami yang ditebangi di area Nilai Konservasi Tinggi (NKT) konsesi HTI PT Arara Abadi (Duri, resort Sebanga dan Melibur). Dokumentasi EoF 2022

Pekanbaru, 1 Maret 2024 - Jikalahari menerbitkan rilis yang menyoroti indikasi deforestasi dan penebangan hutan alam yang dilakukan oleh Asia Pulp & Paper / Sinar Mas group melalui anak perusahaannya yakni PT Arara Abadi dan PT Riau Indo Agropalma pada Februari 2024 di Indragiri Hilir, Riau.

Berdasarkan temuan tim Jikalahari, penebangan hutan alam diperkirakan seluas 376,80 hektar yang terdiri atas 60,36 ha di Fungsi Hutan Produksi (HP) dan 316,44 ha di areal penggunaan lain (APL). Temuan ini memperkuat dugaan Jikalahari bahwa Sinarmas Group menadah, menampung atau mengolah bahan baku hasil hutan yang berasal dari sumber bahan baku yang tidak sah (ilegal).

Ini bukan kali pertama APP/SMG melakukan penebangan di hutan alam. Bahkan dalam catatan EoF, APP telah melakukan penebangan hutan alam sejak April 2013, hanya berselang dua bulan setelah APP mengumumkan komitmen FCP nya. Saat itu, Eyes on the Forest menemukan PT Riau Indo Agropalma (RIA), pemasok “independen” SMG/APP di Riau menebangi pepohonan hutan alam di blok Kerumutan[1]. Tujuh bulan setelahnya, November 2013, Pemasok APP yang lain di Kalimantan Barat, PT Daya Tani Kalbar (DTK), juga membabat hutan alam hingga 1.400 hektar tanpa penilaian HCV atau HCS pada fase awal moratorium APP atas pembukaan hutan alam[2].

Kemudian pada Agustus 2014, Jikalahari mendapati 1 (satu) unit alat berat sedang bekerja membuat kanal dan jalan pada area “community use” di konsesi PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa (PT MSK, pemasok APP) di Riau[3]. Tak berhenti disitu, APP mengumumkan telah mulai produksi di salah satu pabrik pulp dan tisu terbesar di dunia pada Desember 2016[4]. APP didesak sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Anti-Mafia Hutan (KAMH) dan internasional untuk segera menghentikan pengeringan lahan gambut dalam operasi mereka dan merestorasi area yang terdegradasi.

Tahun 2017, Koalisi NGO merilis laporan mengungkapkan APP bersama rivalnya Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL) kedapatan membeli kayu dari PT Fajar Surya Swadaya[5]. Ia adalah pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kalimantan Timur dari grup Djarum. Keduanya diperkirakan menebangi hampir 20.000 hektar hutan sejak 2013. APP juga diindikasikan membeli kayu dari PT Silva Rimba Lestari, perusahaan kayu lainnya di Kalimantan Timur yang menebangi hutan alam seluas 12.000 hektar di saat yang sama.

Mei 2018, giliran Koalisi Anti-Mafia Hutan (KAMH) merilis laporan yang mengindikasikan 24 dari 27 perusahaan pemasok yang dinamakan mitra “independent” secara fakta terkait erat dengan grup Sinar Mas atau perusahaan-perusahaan afiliasinya melalui kendali oleh perseorangan yang diindikasikan sebagai pejabat kini atau mantan grup Sinar Mas atau afiliasinya yang bisa digunakan untuk menyembunyikan deforestasi dan isu-isu lainnya yang terkait dengan produksi pulp dan kertas[6].

Lagi, di September 2020, EoF menemukan bahwa APP/SMG melalui pemasok-pemasok “independen” PT RUJ dan PT SGP di blok Senepis, Riau, telah melakukan penebangan hutan alam dan perluasan penanaman akasia di atas gambut berkedalaman lebih dari 4 meter[7].  Terbaru di Januari 2022, EoF kembali menemukan adanya indikasi-indikasi deforestasi, penebangan vegetasi alam dan perluasaan hutan tanaman industri (HTI) dilakukan oleh PT Arara Abadi dan PT Sekato Pratama Makmur di dalam Cagar Biosfir UNESCO Giam Siak Kecil – Bukit Batu. Area juga merupakan habitat gajah Sumatera dan memiliki gambut dalam[8].

Temuan Jikalahari terhadap penebangan hutan alam di Kabupaten Indragiri Hilir pada Februari 2024 menambah catatan pelanggaran yang dilakukan oleh APP/SMG. Tak hanya melanggar komitmen keberlanjutannya, APP juga melangagr komitmen SDGs dalam mendukung program Pemerintah untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca.

EoF dalam berita ini kembali mempertanyakan keseriusan perusahaan dan kemampuan APP dalam melaksanakan komitmen “nol deforestasi.” EoF juga mendesak APP/SMG serta pemasoknya untuk segera menghentikan semua kegiatan yang bertentangan dengan FCP.

Menurut data Trase yang dilansir dari harian Betahita (30/11/2023), hingga saat ini sektor pulp dikendalikan oleh tiga grup perusahaan yakni Sinar Mas dan anak perusahaannya Asia Pulp & Paper (APP), Royal Golden Eagle dan anak perusahaannya Asia Pacific Resources International Ltd (APRIL), dan Marubeni. Dari ketiga grup ini, Trase menemukan bahwa APP dan APRIL mendominasi industri ini, dengan angka ekspor pulp masing-masing mencapai 95% dan 96% dari produksi pulp secara keseluruhan.