Kalimantan, Sumatra, Lack of governance, Carbon stock, Biodiversity loss, Pulp & paper, Palm oil, APP, harimau Sumatera, konflik, PT SPA, sinar mas,
Pekanbaru, (11/5/2024) - Seorang warga Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, Rahmad (26) dilaporkan meninggal dunia setelah diterkam Harimau Sumatera di Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir.
Dilansir dari harian Inews (9/5/2024), diketahui bahwa peristiwa itu terjadi pada Kamis 9 Mei 2024, saat korban sedang melakukan penyemprotan gulma di lahan akasia PT SPA, di areal Petak 466 Blok L. PT SPA merupakan anak perusahan Asia Pulp and Paper (APP) yang bergerak dalam industri bahan baku pulp dan kertas.
"Ditemukan luka bekas gigitan pada leher korban sebanyak lima gigitan. Tangan korban sebelah kanan hilang atau putus dan luka lecet pada bagian kaki korban," kata Kapolres Inhil AKBP Budi Setiawan dalam harian Inews.
Ini bukan pertama kalinya konflik antara manusia dengan harimau terjadi di konsesi naungan APP. Catatan Jikalahari dalam rilisnya[1], sejak 2018 khusus di Lansekap Kerumutan sudah ada 7 orang yang meninggal, 4 orang di antaranya di konsesi APP Grup, yaitu Tugiat di konsesi PT Satria Perkasa Agung, Darmawan di konsesi PT Bhara Induk pada 2019, MS berusia 12 tahun di konsesi PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa dan Wahyu Kurniadi di konsesi PT Riau Indo Agropalma. Atas kejadian yang terus berulang ini, Jikalahari juga telah mendesak Presiden Joko Widodo mencabut izin HTI PT Satria Perkasa Agung.
“Pemerintah harus segera mencabut izin PT SPA dan mengevaluasi seluruh korporasi HTI dan perkebunan sawit dan merevitalisasi Lansekap Kerumutan. Ini jalan menghentikan korban jiwa akibat konflik manusia – satwa terus bertambah,” kata Okto Yugo Setiyo, Wakil Koordinator Jikalahari dalam rilisnya tanggal 8 Februari 2022.
Komitmen “zero deforestasi” yang digaungkan oleh APP pada tanggal 5 Februari 2013 tampaknya hanya janji semu. Dalam kurun 16 tahun terakhir, insiden antara satwa dan manusia di Provinsi Riau terus terjadi di dekat kawasan hutan yang ditebangi oleh APP. Analisis Eyes on the Forest, setidaknya 147 dari 242 kasus atau 60% dari seluruh konflik di Provinsi Riau terjadi di lansekap Senepis. APP melakukan ekspansi penebangan hutan alam di lima konsesi sejak 1999, tiga di antaranya belum memiliki izin definitif dari Departemen Kehutanan.
Berdasarkan laporan EoF tahun 2022[2], anak perusahaan APP masih melakukan penebangan hutan alam di lahan gambut dan penebangan vegetasi alam di area Nilai Konservasi Tinggi (NKT). Dalam laporan tersebut, EoF menyebutkan bahwa pemegang konsesi harus menghentikan kegiatan yang bertentangan dengan kebijakan konservasi hutan, dan melindungi populasi satwa liar. APP juga harus mengubah model operasi, agar konflik satwa liar dan manusia tidak terjadi lagi.
Produksi pulp and paper merupakan salah satu penyebab utama deforestasi dan degradasi hutan gambut di Sumatera. Menurut perkiraan EoF, APP dan APRIL sudah memusnahkan 2 juta hektar hutan di Propinsi Riau sejak pertengahan 1980-an, yang merupakan setengah dari hutan hujan tropis yang ada di Riau saat itu.