ISPO memiliki terobosan, namun perlu dijaga konsistensi ramah lingkungannya

EoF Press Release / 05 December 2022
Kelapa sawit di HGU Tunas Sawa Erma POP A berusia 10-15 tahun yang berjarak 1-2 meter dari tepi Sungai Bian. Foto diambil pada titik kordinat S6°37'58,8" E140°35'53,49" tanggal 9 Juni 2022 ©Eyes on the Forest, 2022.

Siaran Pers – 5 Desember 2022 , PEKANBARU -- Koalisi Eyes on the Forest (EoF) mengapresiasi kebijakan Pemerintah Indonesia telah menerapkan kewajiban bagi  pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahannya untuk memiliki sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan mengharapkan adanya penguatan dan perbaikan pada sistem yang bertujuan luhur ini.

Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia bertujuan memastikan dan meningkatkan pengelolaan serta pengembangan perkebunan kelapa sawit sesuai prinsip dan kriteria ISPO,  meningkatkan keberterimaan dan daya saing hasil perkebunan kelapa sawit Indonesia di pasar nasional dan internasional serta meningkatkan upaya percepatan penurunan emisi gas rumah kaca.

Dalam menguatkan kriteria dan indikator penilaian ISPO, EoF berupaya melakukan serangkaian survei lapangan untuk mendapatkan jawaban apakah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang telah memperoleh ISPO menerapkan upaya-upaya kelestarian bagi lingkungan. Koalisi EoF melakukan pemantauan secara acak pada 36 lokasi perkebunan sawit, 27 di antaranya di Riau, 5 di Kalimantan Barat dan 4 di Papua dilakukan pemantauan kinerja ISPO dengan menggunakan beberapa standar dan indikator sertifikasi sawit lestari ini.  EoF mendapatkan data dan informasi dengan melakukan observasi langsung, wawancara, pengambilan titik koordinat secara langsung  dan memperkirakan secara visual.

“Hal yang menarik dari temuan kami, mayoritas perusahaan terdapat menanam kelapa sawit tak jauh dari sempadan sungai, atau anak sungai, yang jelas merupakan tindakan yang tidak ramah lingkungan,” ujar Made Ali, Koordinator Jikalahari. “Maka penekanan prinsip, kriteria dan indikator ke perlindungan ekosistem sungai dan air tawar harus jadi perhatian pemangku ISPO,” ujarnya.

Seperti dalam kesimpulan yang ditarik EoF (lihat lampiran Siaran Pers di bawah), prinsip dan kriteria ISPO terkait isu lingkungan hidup dan kelestarian alam, menjadi target pemantauan oleh EoF terhadap kinerja pelaksanaan ISPO oleh perusahaan di tiga provinsi.

“Sebenarnya ada terobosan dan kemajuan signifikan yang diterapkan ISPO, namun pada perkembangan akhir, prinsip dan kriteria yang ramah lingkungan terkadang bergeser menjadi standar yang melemah, misalnya pada isu sempadan sungai dan perlindungan gambut,” ujar Nursamsu, Koordinator EoF. Hal ini tentu menjadi kontraproduktif dalam meningkatkan keberterimaan dan daya saing hasil perkebunan kelapa sawit Indonesia di pasar nasional dan internasional serta meningkatkan upaya percepatan penurunan emisi gas rumah kaca.”

Di usianya yang masih muda, sistem sertifikasi ISPO perlu dikawal kesinambungannya oleh berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil (CSO), “sehingga tidak keluar dari jalur yang benar dan tidak tunduk dengan tekanan kepentingan ekonomi kelompok tertentu,” kata Boy Even Sembering, Direktur Eksekutif  WALHI Riau.

Laporan investigasi EoF bisa diunduh di sini 

 

Narahubung:

Okto Yugo                 :  0853 74856435

Fandi Rahman          :  0852 71603790

Afdhal Mahyuddin   :  0813 89768248