Laporan Investigasi Desember 2009

EoF Investigative Report / 29 April 2010

Investigasi Eyes on the Forest (EoF) dilakukan bulan November dan Desember 2009 menegaskan dua perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) tergabung dengan Asia Pulp & Paper (APP) dari Sinar Mas Group (SMG),  yaitu PT. Bina Duta Laksana (PT. BDL) dan PT. Mutiara Sabuk Khatulistiwa (PT. MSK) melanjutkan menebangi hutan alam dan menggali kanal-kanal gambut yang dalam di blok hutan Kerumutan dengan status legalitas operasi yang masih dipertanyakan.  Penebangan hutan alam dan penggalian kanal oleh dua perusahaan HTI ini telah dimulai pada tahun 2005, sebagaimana EoF pernah mengangkatnya dalam tiga laporan investigasi EoF terpisah, Laporan EoF April-Mei 2005, Juni 2006 dan Februari 2007.

Analisa EoF terhadap citra satelit Landsat menemukan bahwa hingga 2005 mayoritas kedua konsesi masih ditutupi kanopi hutan alam cukup lebat. Bagaimanapun, hingga 2008, setidaknya 9.678 hektar dan 6.560 hektar hutan alam telah hilang masing-masing di PT BDL dan PT MSK. EoF menemukan bahwa kedua perusahaan, terletak bersebelahan, tidak menghentikan penebangan hutan alam sewaktu adanya jeda tebang de fakto yang dilaksanakan pihak kepolisian antara Februaru 2007 dan Desember 2008. Moratorium ini diakibatkan oleh investigasi pembalakan liar berskala provinsi yang dilakukan oleh Kepolisian Daerah Riau dengan dukungan Kepolisian Republik Indonesia.
 
Karena Rencana Kerja Tahunan (RKT) atau izin tahunan menebangi hutan  dikeluarkan oleh Departemen Kehutanan pada Maret 2009, maka kedua perusahaan itu menebangi hutan Kerumutan lagi masing-masing seluas 1,000 hektar.
 
Investigasi EoF menegaskan bahwa operasi penebangan hutan alam oleh kedua perusahaan afiliasi APP/SMG masih dipertanyakan keabsahannya terkait dengan undang-undang dan peraturan hukum yang ada berdasarkan hal berikut ini:
 
a. Keduanya menebangi hutan alam yang memiliki tutupan kanopi yang rimbun yang tidak dibolehkan diubah jadi perkebunan, b. Mereka menebangi hutan alam pada lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter, yang tidak dibolehkan untuk diubah jadi perkebunan, c. Mayoritas dari dua konsesi tumpang tindih dengan Kawasan Lindung Nasional, dan d. Sebagian dari dua konsesi itu tumpang tindih dengan Kawasan Lindung provinsi
 

PT BDL adalah satu dari 14 perusahaan yang diinvestigasi oleh polisi pada 20072008 karena dugaan keterlibatan dalam pembalakan liar meluas oleh industri bubur kertas dan kertas di Riau. Pada November 2007 tim antar-departemen dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang merekomendasikan bahwa 14 perusahaan itu harusnya diproses hukum. Bagaimanapun, pada Desember 2008, 13 dari 14 kasus, termasuk PT BDL, tiba-tiba dihentikan oleh polisi setelah berkas-berkas kasus ditolak berkali-kali oleh Kejaksaan Riau. Satu perusahaan yang masih disidik, PT RUJ, kemudian juga dibebaskan secara diamdiam oleh polisi pada Juni 2009.
 
Presiden SBY baru-baru ini memerintahkan Satugas Tugas Pemberantasan Mafia Hukum untuk mengusut kegiatan pembalakan liar yang diyakini masih marak karena keterlibatan mafia hukum di sektor kehutanan. Koalisi LSM baru-baru ini meminta Satgas membuka kembali kasus pembalakaan liar Riau, termasuk kasus PT BDL.
 
Penebangan hutan alam dan pengembangan perkebunan di konsesi-konsesi ini tidak memberikan keuntungan bagi masyarakat tempatan, justru mereka menciptakan konflik sosial-ekonomi.  Penduduk kampung menderita kerugian ekonomi akibat janji yang tak ditepati dan ketidakpedulian perusahaan.
 
Operasi penebangan hutan alam ini juga berandil secara signifikan bagi perubahan iklim global dan bagi kepunahan setempat harimau Sumatera, karena konflik manusia-harimau di blok Kerumutan meningkat pada 2009 dan 2010. Blok hutan Kerumutan dianggap mempertahankan Nilai-nilai Konservasi Tinggi, salah satunya spesies terancam punah, Harimau Sumatera (Panthera tigris Sumatrae).
 
Koalisi EoF mengimbau PT BDL, PT MKS dan APP/SMG untuk segera menghentikan  semua penebangan hutan alam di konsesi mereka karena legalitas yang dipertanyakan pada kegiatan mereka, adanya konflik sosial, ancaman bagi harimau Sumatera yang langka dan Nilai-nilai Konservasi Tinggi, serta potensi dampak negatif bagi iklim global. Selain itu, koalisi EoF mengimbau adanya penghentian pada pembangunan kanal, jalan dan infrastruktur lainnya guna mencegah para pembalak liar, perambah dan pemburu hewan memasuki jantung Kerumutan dan menerapkan tindakan lainnya guna melindungi hutan dan lahan gambut, selain menghormati hak-hak masyarakat tempatan.
 
EoF mengimbau Pemerintah Indonesia untuk melindungi hutan alam dan gambut dengan meninjau kembali semua izin kehutanan dan perkebunan yang diberikan kepada perusahaan termasuk pada PT BDL dan PT MSK di blok Kerumutan.  
 
Terakhir dan tak kalah pentingnya, EoF juga mengimbau pemangku kepentingan APP/SMG, termasuk perusahaan nasional dan dunia seperti halnya badan-badan keuangan, untuk tidak melakukan bisnis apapun dengan penggerak utama deforestasi di Riau serta yang membuat dampak perubahan iklim global: APP/SMG. Setiap perusahaan yang membeli produk APP/SMG atau mendukung operasi-operasinya berkontribusi bagi penghancuran hutan yang dipertanyakan keabsahannya, hilangnya hutan alam di Riau dan sekitarnya, serta berkontribusi membuat penderitaan bagi masyarakat tempatan, berkurangnya populasi pada satwa liar yang langka dan terhadap perubahan iklim.