Koalisi NGO: Pemerintah, industri HTI tidak transparan soal restorasi gambut

EoF External Publications / 21 February 2019 / KAMH

Koalisi Anti Mafia Hutan pekan ini menerbitkan laporan yang mempertanyakan transparansi Pemerintah (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) bersama raksasa pulp dan kertas terkait revisi rencana kerja usaha dalam mematuhi peraturan perlindungan dan restorasi gambut.

Koalisi Anti Mafia Hutan (KAMH) mengatakan  setahun sudah berjalan, masih belum muncul ke publik daftar 45 perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang  telah menyampaikan revisi rencana kerja kepada KLHK tersebut. Alih-alih rincian perubahan rencana kerja mereka. Tidak transparannya proses dan dokumen revisi RKU perusahaan-perusahaan HTI tersebut mengakibatkan rencana pemulihan ekosistem gambut di area izin HTI pun tertutup bagi publik, demikian KAMH dalam laporannya bertajuk Mengundang Bencana Kebakaran Datang Lagi? Tidak Transparannya KLHK dan Perusahaan  HTI Perihal Rencana Restorasi Gambut yang diluncurkan pekan ini.

Koalisi ini menguatirkan ketidaktransparanan akan membuka ruang kompromi antara perusahaan dengan KLHK sehingga rentan korupsi, pun mengakibatkan publik tidak dapat memantau kinerja pemulihan ekosistem gambut di area izin usaha HTI. 

Laporan ini menyajikan analisis terhadap peta fungsi ekosistem gambut yang terdapat dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SK.130/2017 tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional (SK 130/2017) guna mengetahui kewajiban restorasi ekosistem gambut dua raksasa produsen pulpkertas terbesar di Indonesia, yakni Asia Pulp & Paper (APP) dan Asia Pacific Resources International Limited (APRIL).

Hal ini diperoleh dengan menampilkan peta fungsi lindung ekosistem gambut dalam SK 130/2017 dengan areal izin perusahaan-perusahaan HTI pemasok kayu ke industri APP dan APRIL. Terhadap areal fungsi lindung gambut dalam HTI ini, selain tidak diperkenankan melakukan pembukaan baru, juga diwajibkan pemulihan terhadap areal yang telah dibuka sebelumnya.

Analisis terhadap Peta KHG yang diterbitkan KLHK menunjukkan seluas 1,2 juta ha, setara delapan belas kali luas DKI Jakarta, fungsi lindung ekosistem gambut yang berada di dalam izin usaha HTI pemasok industri APP dan APRIL. Seluas 793.293 ha izin usaha HTI pemasok industri APP berada di dalam fungsi lindung ekosistem gambut), atau sekitar 31% dari total 2.624.209 ha izin yang dikendalikan oleh grup tersebut.

Sedangkan izin usaha HTI yang dikendalikan APRIL, seluas 418.670 ha areal tersebut juga berada dalam fungsi lindung ekosistem gambut, atau 25% dari total 1.501.907 ha izin usaha HTI yang dikendalikan raksasa ini. Seluas 40% dari total luasan ini, yakni 238.301 ha, berada dalam izin usaha PT Riau Andalan Pulp & Paper dan PT Sumatera Riang Lestari. Secara historis kedua perusahaan ini adalah pemasok utama kayu ke pabrik APRIL di Riau.

Sejumlah rekomendasi disampaikan oleh KAMH kepada pihak-pihak terkait sebagai berikut:

1. KLHK dan atau perusahaan HTI yang terimbas kebijakan perlindungan ekosistem gambut agar mempublikasi revisi rencana kerja usaha (RKU) dan rencana kerja tahunan (RKT), yang mencakup rencana pengelolaan dan pemulihan ekosistem gambut di dalamnya.

2. KLHK mencabut kebijakan lahan pengganti (land swap policy);

3. APP dan APRIL dan perusahaan-perusahaan HTI lainnya untuk mempublikasi data dan peta hutan tanaman saat ini (existing planted area);

4. APP dan APRIL menyusun (dan mempublikasi) semua pemasoknya yang berasal dari areal gambut dan menghentikan seluruh penggunaan kayu serat dari areal gambut yang telah dikeringkan, dan juga rencana keluar sepenuhnya dari fungsi lindung gambut.