Omnibus Law bukan legalisasi otomatis untuk perkebunan sawit ilegal (bagian II)

EoF Investigative Report / 31 August 2023

Eyes on the Forest dalam kurun waktu dari November 2022 hingga Januari 2023 melakukan analisa geospatial dan disusul pemantauan lapangan terhadap 46 perkebunan sawit yang diindikasikan masuk dalam Kawasan hutan di Riau. Terutama di kebun yang belum banyak diekspos data dan informasinya terkait peralihan menjadi kebun sawit. EoF tidak hanya menganalisa dengan menggunakan peta Kawasan Hutan, tapi juga merujuk Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) tahun 1994.

EoF menemukan mayoritas kebun beroperasi di HPK berdasarkan tata ruang tahun 1994. Artinya, pengembangan kebun sawit dengan menebangi dan menduduki Kawasan hutan sudah berlangsung sangat lama di Riau, dari rezim ke rezim. Penuntasan penyelesaian masalah kebun sawit dalam Kawasan hutan menjadi urgen saat ini, namun diharapkan tidak mendorong laju konversi hutan menjadi kebun sawit maupun kepentingan non-hutan lainnya.

Masifnya pengembangan kebun sawit di kawasan hutan yang berfungsi untuk perlindungan resapan air dan perlindungan gambut mencirikan dampak hilangnya ekosistem hutan menjadi perkebunan, yang jelas berkontribusi bagi meningkatnya perubahan iklim dan musnahnya spesies hidupan liar.  

Dengan mendekatnya tenggat waktu penyelesaian sawit dalam kawasan pada November 2023, maka EoF mengharapkan perusahaan yang menjalani skema sanksi administratif untuk juga bertanggungjawab terhadap pemulihan kawasan hutan lindung dan konservasi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

EoF meminta adanya transparansi dalam penyelesaian masalah kebun sawit dalam kawasan hutan, sehingga diharapkan lebih banyak pendapatan keuangan negara yang terselamatkan dan pemulihan ekosistem yang akan membantu tercapainya target nationally determined contribution (NDC) Indonesia.  Bagi perusahaan yang membandel, Pemerintah tidak perlu ragu untuk melakukan pencabutan Perizinan Berusaha mereka.